Monday 9 April 2012

Sistem Ekonomi Islam


PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Setiap negara memiliki sistem perekonomian yang berbeda-beda. Sistem yang dianut sebuah negara biasanya sesuai dengan paham ideologi negara tersebut. Negara yang berideologi komunisme biasanya akan menerapkan sistem sosialis. Dan jika negara tersebut menganut paham kapitalisme maka cenderung menganut sistem ekonomi kapittalis. Ada juga negara yang menggabungkan kedua sistem di atas atau yang biasa disebut sistem campuran. Tetapi, ada sistem yang berdasarkan syariah Islam yaitu sistem ekonomi Islam. Yang menganut sistem ini adalah negara-negara Islam yang ada di dunia.
Sistem-sistem ekonomi yang ada memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sistem ekonomi kapitalis misalnya, sangat mengedepankan kebebasan setiap individu tanpa ada campur tangan negara. Setiap orang diperbolehkan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Sedangkan sistem ekonomi sosialis merupakan kebalikan sistem ekonomi kapitalis. Setiap individu tidak memiliki hak atas kekayaan. Semua dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan bersama. Di lain sisi, sistem ekonomi campuran mencoba menggabungkan kelebihan dari kedua sistem di atas. Sistem ekonomi campuran mengakui kebebasan individu tetapi tetap ada kontrol dari negara.
Ada satu sistem yang lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan kepentingan umum selama tidak bertentangan dengan aturan syariat Islam. Sistem ini disebut juga dengan sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam memiliki sisi yang hampir sama dengan sistem lain tetapi di sisi lain sangat berbeda dengan sistem yang ada.
B.     Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.      Apa pengertian dari sistem ekonomi Islam?
2.      Bagaimana sistem ekonomi dibandingkan dengan sistem yang lain?
3.      Apa tujuan dari sistem ekonomi Islam?


PEMBAHASAN


A.    Pengertian Sistem Ekonomi Islam
Sistem didefinisikan sebagai suatu organisasi berbagai unsur yang saling berhubungan satu sama lain. Unsur-unsur tersebut juga saling mempengaruhi, dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian semacam itu, maka kita bisa menyebutkan bahwa sistem ekonomi merupakan organisasi yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan ekonomi.[1]
Secara sederhana bisa dikatakan, bahwa sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Quran, As-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi Islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang komperhensif dan telah dinyatakan Allah Swt. sebagai ajaran yang sempurna.
Karena didasarkan pada nilai-nilai Ilahiah, sistem ekonomi Islam tentu saja akan berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang didasarkan pada ajaran kapitalisme, dan juga berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang didasarkan pada ajaran sosialisme. Memang, dalam beberapa hal, sistem ekonomi Islam merupakan kompromi antara kedua sistem tersebut, namun dalam banyak hal sistem ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan kedua sistem tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki sifat-sifat baik dari kapitalisme dan sosialisme, namun terlepas dari sifat buruknya.
B.     Prinsip Ekonomi Islam
Prinsip-prinsip ekonomi Islam secara garis besar dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.      Sumber daya dipandang sebagai amanah Allah kepada manusia, sehingga pemanfaatannya haruslah bisa dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Implikasinya adalah manusia harus menggunakannya dalam kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
2.      Kepemilikan pribadi diakui dalam batas-batas tertentu yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.
3.      Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegiatan ekonomi Islam. Dalam Al-Quran dijelaskan sebagai berikut:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[2]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa’ : 29).
Islam mendorong manusia untuk bekerja dan berjuang untuk mendapatkan materi/harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dijamin oleh Allah bahwa Allah telah menetapkan rizki setiap makhluk yang diciptakan-Nya.
4.      Kepemilikan kekayaan tidak boleh hanya dimiliki oleh segelintir orang-orang kaya, dan harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5.      Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya dialokasikan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari oleh sinnah Rasulullah yang menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak yang sama atas air, padang rumput, dan api.
6.      Seorang muslim harus tunduk kepada Allah dan hari pertanggungjawaban di akhirat. Firman Allh dalam QS. Al-Baqarah ayat 281:
(#qà)¨?$#ur $YBöqtƒ šcqãèy_öè? ÏmŠÏù n<Î) «!$# ( §NèO 4¯ûuqè? @ä. <§øÿtR $¨B ôMt6|¡Ÿ2 öNèdur Ÿw tbqãKn=ôàムÇËÑÊÈ  
Artinya: “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. kemudian masing-masing diri diberi Balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
Kondisi ini akan mendorong seorang muslim menjauhkan diri dari hal-hal yang berhubungan dengan maisir, gharar, dan berusaha dengan cara yang batil, melampaui batas, dan sebagainya.
7.      Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab). Zakat ini merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Menurut pendapat para ulama, zakat dikenakan 2,5% untuk semua kekayaan yang tidak produktif, termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak, dan permata, dan 10% dari pendapatan bersih investasi.
8.      Islam melarang riba dalam segala bentuknya.
Hal tersebut telah jelas dituliskan dalam Al-Quran bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.[3]


C.    Karakteristik Ekonomi Islam
Sumber karakteristik Ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dlaam Islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah). Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut:
1.      Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
Karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian. Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik (kepunyaan Allah), firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat284:
°! $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# 3 bÎ)ur (#rßö7è? $tB þÎû öNà6Å¡àÿRr& ÷rr& çnqàÿ÷è? Nä3ö7Å$yÛムÏmÎ/ ª!$# ( ãÏÿøóusù `yJÏ9 âä!$t±o Ü>Éjyèãƒur `tB âä!$t±o 3 ª!$#ur 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« 퍃Ïs% ÇËÑÍÈ  
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta milikinya. Di antara ayat yang menjelaskan fungsi manusia sebagai khalifah Allah atas harta adalah firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7:
(#qãZÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur (#qà)ÏÿRr&ur $£JÏB /ä3n=yèy_ tûüÏÿn=øÜtGó¡B ÏmŠÏù ( tûïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qà)xÿRr&ur öNçlm; ֍ô_r& ׎Î7x. ÇÐÈ  
Artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya[4]. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
Semua harta yang ada di tangan manusia pada hakikatnya kepunyaan Allah, karena Dia-lah yang menciptakannya. Akan tetapi, Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya. Dengan kata lain, sesungguhnya Islam sangat menghormati hal milik pribadi, baik terhadap barang-barang konsumsi ataupun barang-barang modal. Namun, pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara dalam sistem kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas. Sedangkan dalam sistem ekonomi sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.
2.      Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral
Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang disediakan untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah. Sedangkan di antara bukti hubungan ekonomi Islam dan moral dalam Islam adalah:
a.       Larangan terhadap pemilik dalam menggunakan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Nabi Muhammad SAW. bersabda: “Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain” (HR. Ahmad).
b.      Larangan melakukan penipuan dalam transaksi. Nabi SAW. bersabda: “Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita”.
c.       Larangan menimbun (menyimpan) emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, karena uang sangat diperlukan buat mewujudkan kemakmuran perekonomian dalam masyarakat.
d.      Larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.
3.      Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).
Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Setiap aktivitas manusia di dunia akan berdampak pada kehidupannya kelak di akhirat. Oleh karena itu, aktivitas keduniaan kita tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat. Hal ini ditegaskan Allah Swt. dalam Al-Quran dalam QS. Al-Qashash ayat 77:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Berdasarkan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam menghendaki adanya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di dunia ini hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan akhirat. Prinsip ini jelas berbeda dengan prinsip sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis yang hanya bertujuan untuk kehidupan dunia saja.
4.      Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan Umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan individu dan umum.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum. Prinsip ini difirmankan Allah Swt. dalam QS. Al-Hasyr ayat 7:
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.”
Allah juga berfirman dalam QS. Al-Ma’arij ayat 24-25:
šúïÉ©9$#ur þÎû öNÏlÎ;ºuqøBr& A,ym ×Pqè=÷è¨B ÇËÍÈ   È@ͬ!$¡¡=Ïj9 ÏQrãósyJø9$#ur ÇËÎÈ  
Artinya: “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),”
Dari ayat-ayat di atas, jelas bahwa kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh setiap individu untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh mengabaikan kepentingan orang banyak. Prinsip ini harus tercermin pada setiap kebijakan individu maupun lembaga, ketika melakukan kegiatan ekonomi. Ciri ini jelas berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan sistem ekonomi sosialis yang lebih menekankan kepentingan umum.
5.      Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah Swt. dalam Al-Quran maupun Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlak. Firman Allah Swt. dalam QS. Al-Baqarah ayat 188 menyebutkan:
Ÿwur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)ƒÌsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ  
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara.
6.      Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proposional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi peran negara, Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.
7.      Bimbingan Konsumsi
Allah berfirman dalam QS. Al-A’raaf ayat 31 terkait bimbingan konsumsi:
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä (#räè{ ö/ä3tGt^ƒÎ yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uŽõ°$#ur Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä tûüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÌÊÈ  
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid[5], Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[6]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Selain itu juga larangan suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Israa’ ayat 16:
!#sŒÎ)ur !$tR÷Šur& br& y7Î=ökX ºptƒös% $tRötBr& $pkŽÏùuŽøIãB (#qà)|¡xÿsù $pkŽÏù ¨,yÛsù $pköŽn=tæ ãAöqs)ø9$# $yg»tRö¨Bysù #ZŽÏBôs? ÇÊÏÈ  
Artinya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
8.      Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:
a.       Proyek yang baik menurut Islam.
b.      Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
c.       Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
d.      memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
e.       melindungi kepentingan anggota masyarakat.

9.      Zakat
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenani harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian di luar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.
10.  Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alay penilaian barang. Di antara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba). Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 275:
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz .
Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba[7] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[8]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[9] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Menurut Marthon (dalam buku Mustafa Edwin Nasution), hal-hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun kapitalis adalah:
a.      Dialekta Nilai-nilai Spiritulisme dan Materialisme
Sistem perekonomian kontemporer hanya peduli terhadap peningkatan utilitas dan nilai-nilai materialisme suatu barang, tanpa menyentuh nilai-nilai spiritualisme dan etika kehidupan masyarakat. Sistem kapitalisme memisahkan intervensi agama dari berbagai kegiatan dan kebijakan ekonomi, padahal pelaku ekonomi merupakan penggerak utama bagi perkembangan peradaban dan perekonomian masyarakat. Dalam ekonomi Islam terdapat dialektika antara nilai-nilai spiritulisme dan materialisme. Pelbagai kegiatan ekonomi, khususnya transaksi harus berdasarkan keseimbangan dari kedua nilai tersebut.
b.      Kebebasan Berekonomi
Dalam kerangka merealisasikan konsep kebebasan individu pada kegiatan ekonomi, kapitalisme menekankan prinsip persamaan bagi setiap individu masyarakat dalam kegiatan ekonomi secara bebas untuk meraih kekayaan. Realitanya konsep kebebasan tersebut menimbulkan kerancuan bagi proses distribusi pendapatan dan kekayaan. Selain itu sistem tersebut secara otomatis mengklasifikasikan masyarakat menjadi dua bagian, yaitu pemiliki modal dan para pekerja.
Dalam konsep sosialisme masyarakat tidak mempunyai kebebasan sedikit pun dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kepemilikan individu dihilangkandan tidak ada kebebasan untuk melakukan transaksi dalam kesepakatan perdagangan.
Ekonomi Islam tidak menafikan intervensi pemerintah. Kebijaksanaan pemerintah merupakan sebuah keniscayaan ketika perekonomian dalam kondisi darurat, selama hal itu dibenarkan secara syara’. Pada sisi lain kepemilikan dan kebebasan individu dibenarkan sepanjang tetap pada koridor syariah. Kebebasan tersebut akan mendorong masyarakat untuk beramal dan berproduksi demi tercapainya kemaslahatan hidup masyarakat.
c.       Dualisme Kepemilikan
Hakikatnya, pemilik alam semesta beserta isinya hanyalah milik Allah semata. Manusia hanya wakil Allah dalam rangka memamkmurkan dan mensejahterakan bumi. Kepemilikan manusia merupakan derivasi kepemilikan Allah yang hakiki. Untuk itu, setiap langkah dan kebijakan ekonomi yang diambil manusia untuk memakmurkan alam semesta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang digariskan oleh Allah yang Maha Memiliki.
Konsep keseimbangan merupakan karakteristik dasar ekonomi Islam, karena Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan seimbang. Salah satu wujud keseimbangan kepemilikan manusia adalah adanya kepemilikan publik sebagai penyeimbang kepemilikan individu.
Berkenaan dengan kepemilikan publik Rasulullah pernah mengindikasikan dalam sebuah hadist: “Manusia bersekutu dalam tiga hal yaitu: air, padang sahara, api”. Penuturan Rasul atas ketiga komoditas tersebut bukan berarti public goods hanya dibatasi oleh komoditas tersebut. Akan tetapi makna hadis tersebut dikontekstualisasikan sesuai dengan perkembangan zaman.
d.      Menjaga Kemaslahatan Individu dan Bersama
Kemaslahatan individu tidak boleh dikorbankan demi kemaslahatan bersama sebaliknya. Untuk mengatur dan menjaga kemaslahatan masyarakat diperlukan sebuah instansi yang mendukung. Al-Hisbah merupakan instansi keuangan dalam pemerintahan Islam yang berfungsi sebagai pengawas atas segala kegiatan ekonomi. Lembaga tersebut bertugas untuk mengawasi semua infrastruktur yang terlibat dalam mekanisme pasar.  Selain itu Al-Hisbah mempunyai wewenang untuk mengatur tata letak kegiatan ekonomi, juga diwajibkan untuk menyediakan semua fasilitas kegiatan ekonomi demi terciptanya kemaslahatan bersama.
D.    Tujuan Ekonomi Islam
Islam berorientasi pada tujuan (goal oriented). Prinsip-prinsip yang mengarahkan pengorganisasian kegiatan-kegiatan ekonomi pada tingkat individu dan kolektif bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan menyeluruh dalam tata sosial Islam. Secara umum tujuan-tujuan itu dapat digolongkan sebagai berikut:
1.      Menyediakan dan menciptakan peluang-peluang yang sama dan luas bagi semua orang untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Peran serta individu dalam kegiatan ekonomi merupakan tanggung jawab keagamaan. Individu diharuskan menyediakan dan menopang setidaknya kebutuhan hidupnya sendiri dan orang-orang yang bergantung padanya. Individu harus kreatif dan penuh semangat. Pada saat yang sama seorang muslim diharuskan melaksanakan kewajiban dengan cara terbaik yang paling mungkin. Bekerja efisien dan produktif merupakan tindakan terpuji. Oleh karena itu semua makhluk hidup diciptakan untuk manusia, dan hanya untuk manusia, kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber daya alam sebagai kewajiban agama sangat ditekankan bagi kaum muslim.
2.      Memberantas kemiskinan absolut dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semua individu masyarakat. Kemiskinan bukan hanya merupakan penyakit ekonomi, tetapi juga mempengaruhi spiritulisme individu. Islam menomorsatukan pemberantasan kemiskinan. Pendekatan Islam dalam memerangi kemiskinan ialah dengan merangsang dan membantu setiap orang untuk berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan-kegiatan ekonomi.
3.      Mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
Islam memandang posisi ekonomi manusia tidak statis. Dengan ungkapan yang sangat jelas, Allah telah menjamin bahwa semua makhluk diciptakan untuk dimanfaatkan oleh manusia. Gagasan tentang peningkatan kesejahteraan ekonomi manusia merupakan sebuah proposisi religius. Karena terdapat sintesis antara aspek-aspek material dan spiritual dalam skema Islam mengenai kegiatan manusia, kemajuan ekonomi yang diciptakan oleh Islam juga memberi sumbangan bagi perbaikan spiritual manusia.


PENUTUP


A.    Kesimpulan
Sistem ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Quran, As-Sunnah, ijma’ dan qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi Islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang komperhensif dan telah dinyatakan Allah Swt. sebagai ajaran yang sempurna. Sistem ekonomi Islam adalah sistem yang tidak meninggalkan peran agama di dalam perekonomian.
Sistem ekonomi Islam dalam beberapa hal, merupakan kompromi antara kedua sistem tersebut, namun dalam banyak hal sistem ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan kedua sistem tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki sifat-sifat baik dari kapitalisme dan sosialisme, namun terlepas dari sifat buruknya.
Sistem ekonomi Islam memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1.       Menyediakan dan menciptakan peluang-peluang yang sama dan luas bagi semua orang untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Peran
2.       Memberantas kemiskinan absolut dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar bagi semua individu masyarakat. Kemiskinan bukan hanya
3.      Mempertahankan stabilitas ekonomi dan pertumbuhan, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.
B.     Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Baik itu dari susunan bahasa, muatan isi, ataupun referensi. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, kepada pembaca mohon kiranya memberikan masukan berupa kritikan dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan makalah ini. Semoga makalah yang telah penulis buat dapat bermanfaat dan menambah wawasan para pembaca dan khususnya penulis.


[1] Mustafa Edwin Nasution, dkk., Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, cetakan ke-2, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 11.
[2] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
[3] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam (Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional), (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm. 2-3.
[4] Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.
[5] Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
[6] Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
[7] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[8] Maksudnya: orang yang mengambil Riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[9] Riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.