Sunday 24 June 2012

KONTRIBUSI PERBANKAN ISLAM BAGI UMKM


PENGANTAR
 Upaya pengembangan dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dewasa ini mendapat perhatian yang cukup besar dari berbagai pihak, baik pemerintah, perbankan, swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga-lembaga internasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh besarnya potensi UMKM yang perlu diefektifkan sebagai motor penggerak perekonomian nasional setelah mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Usaha mikro, kecil dan menengah merupakan perluasan pengertian Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM). Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran, kendati sumbangannya dalam output nasional (Product Domestic Regional Bruto /PDRB) hanya 56,7% dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UMKM memberi kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UMKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UMKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja.[1]
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, perlu adanya kajian tentang peranan/kontribusi bank syariah dalam mendukung pengembangan UMKM, sebagai bagian pengembangan pembiayaan alternatif. Tulisan ini mencoba untuk mengkaji prinsip bank syariah, perkembangan bank syariah di Indonesia. dengan demikian diharapkan di masa depan akan semakin banyak UMKM yang memperoleh pembiayaan dari perbankan syariah.

PEMBAHASAN
A.     Potensi dan Perkembangan Bank Syariah Mendukung UMKM
UMKM merupakan salah satu sektor industri yang mampu bertahan dari dampak krisis global yang melanda dunia. Dengan kekebalannya ini, sudah jelas bahwa UMKM dapat diperhitungkan dalam meningkatkan stabilitas perekonomian Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak memiliki beberapa peran. Pertama, kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor. Kedua, penyedia lapangan kerja yang terbesar. Ketiga,  pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat. Keempat, pencipta pasar baru dan sumber inovasi. Kelima,  sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.
Bank syariah dalam melakukan pembiayaan, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan.[2] Jika dibandingkan dengan bank konvensional, bank syariah mempunyai keunikan yang secara prinsip dapat mendukung UMKM, antara lain: lebih luwes dalam penyediaan agunan, lebih luwes dalam penetapan imbalan, dan lebih luas dalam menyediakan fasilitas (meliputi bidang perbankan dan lembaga pembiayaan, seperti anjak piutang, modal ventura, sewa-beli, dan pegadaian).[3]
Sejak 1992, bank syariah merupakan alternatif pembiayaan bagi UMKM di Indonesia. Hingga September 2001, jaringannya masih sangat terbatas, yakni 2 bank umum syariah (dengan 32 kantor cabang), 3 bank konvensional (dengan 12 kantor cabang syariah), serta 81 BPRS. Secara finansial pun, pangsa pasar bank syariah terhadap perbankan nasional sangat kecil. Pada Agustus 2001, aset (dibanding seluruh bank) mencapai Rp2,37 triliun (0,23%); dana pihak ketiga Rp1,53 triliun (0,21%); dan pembiayaan Rp1,87 triliun (0,55%). Dibanding Malaysia, pangsa bank syariah Indonesia hanya sepersepuluhnya.[4]
Salah satu penyebab besarnya persentase pembiayaan bank syariah terhadap UMKM diduga karena dibanding bank konvensional, lembaga ini lebih mengutamakan kelayakan usaha ketimbang agunan. Selain itu, banyak masyarakat yang menganggap bahwa bank konvensional dengan sistem bunga bertentangan dengan ajaran agama. Ini menjadi salah satu daya tarik terhadap bank syariah di hati masyarakat. Tetapi, jaringan bank syariah sendiri belum dapat mencakup keseluruhan wilayah-wilayah potensial.
Hal yang dapat dilakukan oleh bank syariah adalah dengan menambah kantor cabang, melakukan kerjasama dengan bank syariah lain, diantaranya dengan memanfaatkan BPRS untuk menyalurkan pembiayaan bank umum syariah. Dengan demikian jaringan bank syariah akan meluas sehingga dapat dijangkau oleh UMKM-UMKM yang belum terjangkau selama ini.

B.     Kontribusi Bank Syariah dalam Mendukung UMKM
Pembiayaan dengan menggunakan sistem syariah lebih cocok diterapkan dalam membiayai sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) karena lebih memberikan kepastian dan tidak terbebani akibat kenaikan suku bunga. Selain itu faktor ukuran atau skala usaha bank syariah yang tidak sebesar perbankan konvensional membuat bank syariah lebih fokus ke sektor UMKM dengan skala usaha lebih kecil, di lain sisi ketertarikan UMKM memilih sistem pembiayaan syariah terkait dengan ketersediaan kolateral yang tidak se ketat konvensional dan sifat gain sharing, risk sharing, lebih menarik bagi UKM.
Untuk memperkuat keberadaan UMKM diperlukan sinergi antara bank syariah dengan UMKM itu sendiri. Kontribusi perbankan syariah sangat diharapkan agar peran UMKM dalam menyerap tenaga kerja menjadi maksimal. Data terakhir menunjukkan bahwa sektor UMKM telah memiliki pelaku usaha 51,3 juta unit usaha, menyerap tenaga kerja 97%, menyumbang PDB Rp 2.609 triliun, dan menyumbang devisa sebesar Rp 183,8 triliun. Dengan 11 bank umum syariah (BUS), 23 unit usaha syariah (UUS) dan 151 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS, yang memiliki jaringan kantor 3.073 unit, keberadaan perbankan syariah nasional sangat penting dalam menggandeng UMKM. Dengan pertumbuhan perbankan syariah yang cukup baik, pada akhir tahun 2011 bank syariah mampu  memberikan pembiayaan terhadap UMKM sebesar 46,8%.
Sedangkan jumlah rekening pembiayaan UMKM diperkirakan mencapai 70% dari total rekening pembiayaan perbankan syariah. Berdasarkan data pembiayaan sektornya, saat ini pembiayaan UMKM perbankan syariah terkonsentrasi pada pembiayaan di sektor retail 31,1%, jasa usaha 29,3% dan perdagangan 13,2%. Kinerja tersebut belum termasuk kontribusi UMKM terhadap 151 BPRS yang tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Fungsi intermediasi BPRS bagi sektor UMKM sangat optimal yang ditunjukkan dengan angka FDR yang mencapai 128,5%.
Dengan demikian, ke depan kita berharap perbankan syariah mampu memberikan kontribusi yang lebih optimal dalam mendorong UMKM. Pada sektor UMKM, diperlukan perbaikan infrastruktur baik bersifat fisik maupun non-fisik, agar sektor tersebut mampu memproduksi dengan efisien. Perbaikan sektor UMKM diharapkan mampu menekan persepsi resiko tinggi yang melekat pada sektor tersebut. Sedangkan pada sisi perbankan syariah diperlukan peningkatan pengetahuan dan keahlian bankir syariah pada dunia UMKM di semua sektornya.[5]

C.     Hambatan
Adapun alasan-alasan yang menghambat bank syariah dalam mengoptimalkan perannya pada sektor UMKM adalah sebagai berikut :
1.    Ketersediaan sumber daya insani yang memahami aspek fikih sekaligus aspek finansial di Indonesia masih sangat terbatas (SDM yang kurang berkualitas),
2.    Sosialisasi tentang bank syariah yang kurang terutama kepada masyarakat lapisan bawah sebagai pemegang peranan penting sektor UMKM
3.    Kurang aktifnya bank syariah dalam pembiayaan,
4.    Kecanggihan teknologi informasi yang masih ketinggalan jika dibandingkan dengan bank konvensional
5.    kebijakan pemerintah terhadap perkembangan bank syariah dinilai laimban karena pemerintahan sendiri masih berpihak pada perbankan konvensional dengan alasan eksistensi bank konvensional selama ini berpengaruh pada perekonomian nasional serta kurangnya pengetahuan pemerintah tentang bank syariah sendiri
6.    adanya asymetris information atau informasi satu arah antara bank syariah dengan nasabah sehingga tidak ada sinkronisasi dalam menjalankan aktivitasnya
7.    adanya penyelewengan tugas oleh pihak bank syariah itu sendiri dikarenakan sumber daya manusia yang diberdayakan dalam bank syariah tersebut berasal dari bank konvensional atau karena pengetahuan yang dimiliki hanya terbatas pada itu-itu saja
8.    peran bank syariah sebagi mitra kerja sektor UMKM yang dinilai belum tuntas artinya bank syariah hanya membantu dalam hal pembiayaan dana saja tetapi tidak turut serta membantu untuk memajukan UMKM dalam meningkatkan pendapatannya.
9.    jumlah bank syariah yang belum sampai ke pelosok-pelosok desa merupakan hambatan yang cukup berarti karena sebagian besar sektor UMKM berlokasi di wilayah pedesaan.[6]

KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai penutup, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.    Dibanding bank konvensional, bank syariah memiliki keunikan yang secara prinsip dapat mendukung UMKM, antara lain: lebih luwes dalam penyediaan agunan, lebih luwes dalam penetapan imbalan, dan lebih luas penyediaan fasilitas.
2.    Pembiayaan bagi hasil dapat memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan sektor riil, khususnya UMKM yang menjadi indikator kemajuan roda perekonomian negara melalui kegiatan investasi.
3.    Bank syariah memberikan kontribusi yag besar terhadap perkembangan UMKM, hanya saja masih terhambat oleh beberapa hal, seperti kualitas SDM, keterbatasan jaringan, dan perundang-undangan.
Mengingat masih banyaknya hambatan bagi bank syariah dalam mendukung UMKM, maka diperlukan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah atau pun stakeholder yang berkaitan dengan perkembangan bank syariah, yaitu:
1.    Perlu adanya Undang-undang Pembiayaan Syariah, yang sesuai dengan prinsip syariah sehingga peluang pembiayaan (termasuk untuk UMKM) akan menjadi lebih besar, meski dengan modal yang ada saat ini, karena hak dan kewajiban bank dengan nasabah dalam bank syariah berbeda dengan hak dan kewajiban bank pada bank konvensional.
2.    Pemerintah dan Bank Indonesia perlu memfasilitasi pola kerja sama bank umum syariah dengan BPRS dan lembaga keuangan syariah lainnya, serta mengembangkan pasar uang dengan basis syariah untuk menangani masalah likuiditas dan memperluas jaringan bank syariah.
3.    Pemerintah perlu mengupayakan sumber dana dari lembaga donor yang menyaratkan prinsip syariah, seperti IDB. Selain itu, pemerintah perlu mengundang bank syariah negara lain untuk membuka cabangnya di Indonesia.
4.    Bank Indonesia perlu menerbitkan contoh-contoh perjanjian baku yang dipakai bank syariah dalam bertransaksi denga para nasabahnya secara transparan dan jelas sehingga dapat meningkatkan rasa aman dan kepercayaan diri, baik bagi nasabah maupun bank syariah.
5.    Mengingat pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih belum meemadai, maka Pmerintah dan BI perlu melakukan sosialisasi tentang sifat, produk, dan perbedaan bank syariah dengan bank konvensional, dengan melibatkan tokoh masyarakat, termasuk tokoh agama.


SUMBER DATA
1. Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010.
2. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
3. (http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24971/4/Chapter%20I.pdf)
4. (http:// bantenpos-online.com/2012/03/13/perbankan-syariah-perkuat-UMKM)
5. (http:// economicsjurnal.blogspot.com/2010/06/analisis-strategis-peran-bank-syariah.html)



[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 33.
[3] Amir Machmud dan Rukmana, Bank Syariah, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), hlm. 98).
[4] Ibid.