PENGANTAR
Upaya pengembangan
dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dewasa ini mendapat
perhatian yang cukup besar dari berbagai pihak, baik pemerintah, perbankan,
swasta, lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga-lembaga internasional. Hal
ini dilatarbelakangi oleh besarnya potensi UMKM yang perlu diefektifkan sebagai
motor penggerak perekonomian nasional setelah mengalami krisis ekonomi yang
berkepanjangan.
Usaha mikro, kecil dan menengah merupakan perluasan
pengertian Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM). Usaha Mikro Kecil dan
menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu
negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagai gambaran, kendati
sumbangannya dalam output nasional (Product Domestic Regional Bruto /PDRB)
hanya 56,7% dan dalam ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UMKM memberi
kontribusi sekitar 99% dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai
andil 99,6% dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini
UMKM kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan
pentingnya UMKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja.[1]
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut di atas, perlu
adanya kajian tentang peranan/kontribusi bank syariah dalam mendukung pengembangan
UMKM, sebagai bagian pengembangan pembiayaan alternatif. Tulisan ini mencoba
untuk mengkaji prinsip bank syariah, perkembangan bank syariah di Indonesia.
dengan demikian diharapkan di masa depan akan semakin banyak UMKM yang
memperoleh pembiayaan dari perbankan syariah.
PEMBAHASAN
A. Potensi
dan Perkembangan Bank Syariah Mendukung UMKM
UMKM
merupakan salah satu sektor industri yang mampu bertahan dari dampak krisis
global yang melanda dunia. Dengan kekebalannya ini, sudah jelas bahwa UMKM
dapat diperhitungkan dalam meningkatkan stabilitas perekonomian Indonesia.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak
memiliki beberapa peran. Pertama, kedudukannya sebagai pemain utama dalam
kegiatan ekonomi di berbagai sektor. Kedua, penyedia lapangan kerja yang
terbesar. Ketiga, pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi
lokal dan pemberdayaan masyarakat. Keempat, pencipta pasar baru dan sumber
inovasi. Kelima, sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan
ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil
dipertahankan sehingga pemulihan ekonomi belum optimal.
Bank syariah dalam melakukan pembiayaan, bisnis dan usaha
yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank
syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal
yang diharamkan.[2] Jika dibandingkan dengan
bank konvensional, bank syariah mempunyai keunikan yang secara prinsip dapat
mendukung UMKM, antara lain: lebih luwes dalam penyediaan agunan, lebih luwes
dalam penetapan imbalan, dan lebih luas dalam menyediakan fasilitas (meliputi
bidang perbankan dan lembaga pembiayaan, seperti anjak piutang, modal ventura,
sewa-beli, dan pegadaian).[3]
Sejak 1992, bank syariah merupakan alternatif pembiayaan
bagi UMKM di Indonesia. Hingga September 2001, jaringannya masih sangat
terbatas, yakni 2 bank umum syariah (dengan 32 kantor cabang), 3 bank
konvensional (dengan 12 kantor cabang syariah), serta 81 BPRS. Secara finansial
pun, pangsa pasar bank syariah terhadap perbankan nasional sangat kecil. Pada
Agustus 2001, aset (dibanding seluruh bank) mencapai Rp2,37 triliun (0,23%);
dana pihak ketiga Rp1,53 triliun (0,21%); dan pembiayaan Rp1,87 triliun
(0,55%). Dibanding Malaysia, pangsa bank syariah Indonesia hanya
sepersepuluhnya.[4]
Salah satu penyebab besarnya persentase pembiayaan bank
syariah terhadap UMKM diduga karena dibanding bank konvensional, lembaga ini
lebih mengutamakan kelayakan usaha ketimbang agunan. Selain itu, banyak
masyarakat yang menganggap bahwa bank konvensional dengan sistem bunga
bertentangan dengan ajaran agama. Ini menjadi salah satu daya tarik terhadap
bank syariah di hati masyarakat. Tetapi, jaringan bank syariah sendiri belum
dapat mencakup keseluruhan wilayah-wilayah potensial.
Hal yang dapat dilakukan oleh bank syariah adalah dengan
menambah kantor cabang, melakukan kerjasama dengan bank syariah lain,
diantaranya dengan memanfaatkan BPRS untuk menyalurkan pembiayaan bank umum
syariah. Dengan demikian jaringan bank syariah akan meluas sehingga dapat dijangkau
oleh UMKM-UMKM yang belum terjangkau selama ini.
B. Kontribusi
Bank Syariah dalam Mendukung UMKM
Pembiayaan dengan menggunakan sistem syariah lebih
cocok diterapkan dalam membiayai sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
karena lebih memberikan kepastian dan tidak terbebani akibat kenaikan suku
bunga. Selain itu faktor ukuran atau skala usaha bank syariah yang tidak
sebesar perbankan konvensional membuat bank syariah lebih fokus ke sektor UMKM
dengan skala usaha lebih kecil, di lain sisi ketertarikan UMKM memilih sistem
pembiayaan syariah terkait dengan ketersediaan kolateral yang tidak se ketat
konvensional dan sifat gain sharing, risk
sharing, lebih menarik bagi UKM.
Untuk
memperkuat keberadaan UMKM diperlukan sinergi antara bank syariah dengan UMKM
itu sendiri. Kontribusi perbankan syariah sangat diharapkan agar peran UMKM
dalam menyerap tenaga kerja menjadi maksimal. Data terakhir menunjukkan bahwa
sektor UMKM telah memiliki pelaku usaha 51,3 juta unit usaha, menyerap tenaga
kerja 97%, menyumbang PDB Rp 2.609 triliun, dan menyumbang devisa sebesar Rp
183,8 triliun. Dengan 11 bank umum syariah (BUS), 23 unit usaha syariah (UUS)
dan 151 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS, yang memiliki jaringan kantor
3.073 unit, keberadaan perbankan syariah nasional sangat penting dalam
menggandeng UMKM. Dengan pertumbuhan perbankan syariah yang cukup baik, pada akhir
tahun 2011 bank syariah mampu memberikan pembiayaan terhadap UMKM sebesar
46,8%.
Sedangkan
jumlah rekening pembiayaan UMKM diperkirakan mencapai 70% dari total rekening
pembiayaan perbankan syariah. Berdasarkan data pembiayaan sektornya, saat ini
pembiayaan UMKM perbankan syariah terkonsentrasi pada pembiayaan di sektor
retail 31,1%, jasa usaha 29,3% dan perdagangan 13,2%. Kinerja tersebut belum
termasuk kontribusi UMKM terhadap 151 BPRS yang tersebar di 22 provinsi di
Indonesia. Fungsi intermediasi BPRS bagi sektor UMKM sangat optimal yang
ditunjukkan dengan angka FDR yang mencapai 128,5%.
Dengan
demikian, ke depan kita berharap perbankan syariah mampu memberikan kontribusi
yang lebih optimal dalam mendorong UMKM. Pada sektor UMKM, diperlukan perbaikan
infrastruktur baik bersifat fisik maupun non-fisik, agar sektor tersebut mampu
memproduksi dengan efisien. Perbaikan sektor UMKM diharapkan mampu menekan
persepsi resiko tinggi yang melekat pada sektor tersebut. Sedangkan pada sisi
perbankan syariah diperlukan peningkatan pengetahuan dan keahlian bankir
syariah pada dunia UMKM di semua sektornya.[5]
C. Hambatan
Adapun alasan-alasan yang menghambat bank syariah dalam mengoptimalkan
perannya pada sektor UMKM adalah sebagai berikut :
1. Ketersediaan sumber daya insani yang memahami aspek
fikih sekaligus aspek finansial di Indonesia masih sangat terbatas (SDM yang
kurang berkualitas),
2. Sosialisasi tentang bank syariah yang kurang terutama
kepada masyarakat lapisan bawah sebagai pemegang peranan penting sektor UMKM
3. Kurang aktifnya bank syariah dalam pembiayaan,
4. Kecanggihan teknologi informasi yang masih ketinggalan
jika dibandingkan dengan bank konvensional
5. kebijakan pemerintah terhadap perkembangan bank
syariah dinilai laimban karena pemerintahan sendiri masih berpihak pada
perbankan konvensional dengan alasan eksistensi bank konvensional selama ini
berpengaruh pada perekonomian nasional serta kurangnya pengetahuan pemerintah
tentang bank syariah sendiri
6. adanya asymetris information atau informasi satu arah
antara bank syariah dengan nasabah sehingga tidak ada sinkronisasi dalam
menjalankan aktivitasnya
7. adanya penyelewengan tugas oleh pihak bank syariah itu
sendiri dikarenakan sumber daya manusia yang diberdayakan dalam bank syariah
tersebut berasal dari bank konvensional atau karena pengetahuan yang dimiliki
hanya terbatas pada itu-itu saja
8. peran bank syariah sebagi mitra kerja sektor UMKM yang
dinilai belum tuntas artinya bank syariah hanya membantu dalam hal pembiayaan
dana saja tetapi tidak turut serta membantu untuk memajukan UMKM dalam
meningkatkan pendapatannya.
9. jumlah bank syariah yang belum sampai ke
pelosok-pelosok desa merupakan hambatan yang cukup berarti karena sebagian
besar sektor UMKM berlokasi di wilayah pedesaan.[6]
KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai penutup, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Dibanding bank konvensional, bank
syariah memiliki keunikan yang secara prinsip dapat mendukung UMKM, antara
lain: lebih luwes dalam penyediaan agunan, lebih luwes dalam penetapan imbalan,
dan lebih luas penyediaan fasilitas.
2. Pembiayaan bagi hasil dapat memberikan dampak yang
positif terhadap perkembangan sektor riil, khususnya UMKM yang menjadi
indikator kemajuan roda perekonomian negara melalui kegiatan investasi.
3.
Bank
syariah memberikan kontribusi yag besar terhadap perkembangan UMKM, hanya saja
masih terhambat oleh beberapa hal, seperti kualitas SDM, keterbatasan jaringan,
dan perundang-undangan.
Mengingat masih banyaknya hambatan bagi
bank syariah dalam mendukung UMKM, maka diperlukan beberapa hal yang dapat
dilakukan oleh pemerintah atau pun stakeholder yang berkaitan dengan
perkembangan bank syariah, yaitu:
1.
Perlu
adanya Undang-undang Pembiayaan Syariah, yang sesuai dengan prinsip syariah
sehingga peluang pembiayaan (termasuk untuk UMKM) akan menjadi lebih besar,
meski dengan modal yang ada saat ini, karena hak dan kewajiban bank dengan
nasabah dalam bank syariah berbeda dengan hak dan kewajiban bank pada bank
konvensional.
2.
Pemerintah
dan Bank Indonesia perlu memfasilitasi pola kerja sama bank umum syariah dengan
BPRS dan lembaga keuangan syariah lainnya, serta mengembangkan pasar uang
dengan basis syariah untuk menangani masalah likuiditas dan memperluas jaringan
bank syariah.
3.
Pemerintah
perlu mengupayakan sumber dana dari lembaga donor yang menyaratkan prinsip
syariah, seperti IDB. Selain itu, pemerintah perlu mengundang bank syariah
negara lain untuk membuka cabangnya di Indonesia.
4.
Bank
Indonesia perlu menerbitkan contoh-contoh perjanjian baku yang dipakai bank
syariah dalam bertransaksi denga para nasabahnya secara transparan dan jelas
sehingga dapat meningkatkan rasa aman dan kepercayaan diri, baik bagi nasabah
maupun bank syariah.
5.
Mengingat
pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih belum meemadai, maka Pmerintah
dan BI perlu melakukan sosialisasi tentang sifat, produk, dan perbedaan bank
syariah dengan bank konvensional, dengan melibatkan tokoh masyarakat, termasuk
tokoh agama.
SUMBER DATA
1. Amir Machmud dan
Rukmana, Bank Syariah, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2010.
2. Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syariah dari Teori ke
Praktik, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
3. (http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24971/4/Chapter%20I.pdf)
4. (http:// bantenpos-online.com/2012/03/13/perbankan-syariah-perkuat-UMKM)
5. (http:// economicsjurnal.blogspot.com/2010/06/analisis-strategis-peran-bank-syariah.html)
2 comments:
wow
panjang pak suwit......
hahaha
leat juga tugas aku di blog ak yaa
hehehe
hehehhee...
oke oke....
Post a Comment