Sunday 19 January 2014

‘PENOLONG BERATRIBUT', Salahkah???

Selamat sore, bloggers! Sudah lama saya tidak memposting di blog ini. Kali ini saya ingin memberikan sedikit pendapat tentang ‘Penolong Beratribut’ yang sedang ramai dibicarakan di beberapa media sosial khususnya Facebook. 
Hhmm, bukannya sok menjadi komentator, namun saya sedikit ingin memberi suara dan tanggapan sekaligus juga bisa berupa opini yang barang kali akan menjadi masukan dan untuk saling sharing informasi saja. Terkait fenomena di atas saya beropini bahwa atribut ada kalanya memang perlu digunakan dan memang penting rasanya. Atribut memberikan identitas bagi pemakainya sebagai ciri khusus sebuah kelompok ataupun individu. Sah-sah saja rasanya jika dalam setiap kesempatan suatu kelompok ataupun individu mengenakan atributnya masing-masing. Hal tersebut tentu merupakan hak setiap warga dalam proses demokrasi negara kita tercinta. Selama tidak bertentangan dengan simbol-simbol yang dilarang oleh negara. Terlebih lagi menjadi ‘penolong beratribut’. Terkesan riya’ namun lagi-lagi masalah keikhlasan cukuplah masing-masing pribadi dan Tuhannya saja yang tahu.
Fenomena di atas semakin ramai dibicarakan dikarenakan respon yang didapat berbeda-beda dari berbagai macam kalangan. Ada yang menanggapinya positif, dan sudah pasti ada yang negatif, dan bahkan dengan sinis. Pencitraan, katanya.
Sudah pasti responnya positif ketika lembaga sosial dan organisasi-organisasi kepemudaan yang menjadi 'penolong beratribut' tersebut. Sebut saja misalnya ada PMI, PRAMUKA, KARANG TARUNA, dan berbagai LSM yang notabenenya lembaga swadaya non-profit. Sudah pasti acungan jempol dari masyarakat jika mereka-mereka ini menjadi 'penolong beratribut' saat ada bencana alam ataupun dalam berbagai kegiatan. Seperti saat ini misalnya berbagai macam LSM bersatu padu membantu evakuasi warga dalam musibah banjir yang sedang dialami beberapa daerah di tanah air. Masyarakat pun menaruh simpati penuh kepada mereka para relawan-relawan tersebut. Atau misalkan lagi PMI sedang melakukan gerakan donor darah massal, anggota Pramuka mengumpulkan dana sumbangan untuk korban bencana alam, atau hanya sekedar membuat kegiatan yang sifatnya rutinitas harian, mingguan, atau bulanan seperti jalan sehat atau senam pagi dengan masyarakat sekitar. Atribut-atribut yang mereka bawa takkan jadi persoalan.
Lalu, bagaimana jika 'penolong beratribut' itu adalah partai politik?? Memberi sumbangan dengan serah terima dan ada sesi foto bersama, Ada stiker yang menempel pada barang yang akan diberikan, dan lain-lain. Hhmm, pro dan kontra pun sulit untuk dihindari. Ada yang senang dengan sikap partai yang peduli seperti itu. Namun, ada juga yang menganggap semua itu hanya pencitraan. Sepertinya masyarakat negeri ini sudah mulai bosan dengan para pelaku politik yang pandai memberi iming-iming dan janji. Sehingga semua yang berbau politik secara tidak langsung mendapatkan cap 'KOTOR'. Yaahh, politik kotor. Ntah memang politik itu kotor, atau bagaimana, ntahlah. Tapi hampir semua hal yang syarat dengan politik dicampuri dengan hal-hal ‘kotor’.
Menolong karena ada maunya, menolong karena hanya ingin dipilih saat pemilu, menolong hanya proses pencitraan, menolong dan menolong sebagainya. Embel-embel 'PAMRIH' terlalu dalam melekat pada partai politik yang ada di benak masyarakat. Seakan-akan semua yang dilakukan partai politik mengharapkan timbal balik (feedback) dari masyarakat. Semua upaya yang dilakukan partai politik hanya proses penggiringan masyarakat untuk mendukungnya agar menjadi pemenang pemilu untuk menjadi 'PENGUASA' di negeri ini.
Sebenarnya cukup wajar jika partai politik mengharapkan itu semua. Karena memang para partai politik bisa tetap bertahan jika dukungan masyarakat masih melekat dan bersimpati padanya. Dan keberadaan mereka, para partai politik memang untuk itu semua. Itulah proses di negeri ini. Yang mampu berkuasa adalah mereka yang mampu 'menyihir' hati masyarakat. Mungkin salah satu caranya adalah dengan menjadi 'penolong beratribut'.
Yang menjadi permasalahan adalah mengapa banyak respon negatif saat partai politik yang menjadi 'penolong beratribut'? Mengapa tidak berlaku juga saat PMI atau mahasiswa kuliah kerja nyata yang menjadi 'penolong beratribut'? Toh sama-sama beratribut? Sama-sama ada simbol kelompoknya disana?
Perbedaannya adalah organisasi non-partai tidak mengharapkan timbal balik yang signifikan dari masyarakat. Mereka akan tetap concern dijalurnya dengan misi tolong-menolong, tidak lebih. Dan keberadaan mereka bukan hasil dari proses 'celupan tinta biru' di ujung jari tangan masyarakat. Sedangkan partai politik, keberadaannya dipengaruhi seberapa banyak masyarakat yang mencoblos logo partainya saat pemilu.
Yang menjadikan semakin tajam sinisme masyarakat tentang jelmaan partai yang menjadi 'penolong beratribut' adalah saat mereka telah mendapatkan yang mereka inginkan, setelah mereka menjadi penguasa negeri ini, telah duduk di kursi mewahnya, di saat itulah mereka banyak yang lupa dengan para 'coblosser' yang telah menjadikan mereka 'PENGUASA' segalanya. Mereka tak lagi menjadi 'penolong beratribut' bagi rakyat kecil. Justru mereka asyik menggelembungkan perutnya dengan harta rampasan rakyat jelata dengan perbuatan keji yang terbungkus KORUPSI. Mereka terlena dengan semuanya. Mereka alpa memandang ke bawah.
Satu persatu baru akan mengakhiri perbuatan korupsinya saat harus bermalam di hotel prodeo. Dan bagi mereka yang belum terjerat, akan berubah menjadi 'penolong beratribut' lagi saat musim pemilu akan tiba. Superman yang hadir musiman. Ya, walau tak semua partai politik dan oknumnya berlaku kotor. Namun, yang terlihat kotor yang mencolok.
Itulah barang kali alasan mengapa masyarakat banyak yang memandang sebelah mata setiap aksi partai politik dan oknumnya yang mencoba menjadi 'penolong beratribut'.
Pekerjaan rumah yang sangat besar bagi setiap partai politik untuk tetap menjadi 'penolong beratribut' yang konsisten menjadi pahlawan bagi rakyat kecil saat akan pemilu ataupun setelah duduk di kursi singgasananya saat menjadi pemenang pemilu ataupun yang kalah dalam pemilu. Karena pada hakikatnya mereka yang berjiwa penolong tak mengenal waktu untuk menolong sesama.
Jangan pernah jadikan masyarakat seperti batang tebu. Yang habis manis sepah dibuang. Dan janganlah menjadi kacang yang lupa kulitnya. Sesungguhnya amanah itu diminta pertanggung jawabannya. Sedangkan Bagi kita-kita masyarakat pemilih haruslah menjadi pemilih yang selektif agar wakilnya kelak benar-benar menjadi ‘penolong beratribut’ yang tetap konsisten menolong Anda.

JADILAH ‘PENOLONG BERATRIBUT’ YANG BERJIWA PENOLONG!!

Semoga dapat menjadi bahan renungan kita bersama.

Wassalam.

0 comments: